Pages

Kamis, 20 November 2014

Hijab?

Adalah seorang ukhtiy, jilbabnya mengulur panjang hingga ke sebagian tubuhnya, pakaiannya longgar sama sekali tak terlihat lekuk tubuhnya, selalu paket lengkap dengan kaos kaki dan manset tangan guna memastikan seluruh aurat akan tertutup dengan rapi. Jalannya seringkali tertunduk menjaga pandangan, senyumnya selalu merekah saat bersapa dengan saudari – saudarinya. Sungguh anggun dan mempesona.

Adalah aku yang tak mengerti dan seringkali menganggap aneh setiap ukhtiy. Bertanya – tanya dalam hati setiap tingkah laku dan cara berpakaian sang ukhtiy yang sangat lain dengan kebanyakan orang di sekitarnya. Tak terlintas rasa kagum dan pemahaman atas apa yang telah dilakukan oleh ukhtiy.

Aku memang berkerudung. Tapi, tidak seperti dengannya. Dengan celana jins dan kaos lengan panjang, aku memakai kerudung paris yang setiap ujung jilbabnya ku silang lalu disampirkan ke bahu. Menurutku pakaian ku sudah baik, karena aku telah memakai kerudung. Banyak temanku yang tidak memakai kerudung bukan. Pemahamanku bahwa memakai kerudung seperti ini saja sudah baik, lantas kenapa para ukhtiy itu berpakaian seperti itu? Tidak gerahkah? Tidak tertarik memakai pakaian yang lebih menarik kah? Bahkan.. Tidak malukah? Karena ia bagiku terlihat ‘aneh’. Ia terlihat... berbeda.

Bertahun – tahun aku selalu memperhatikan para ukhtiy jika bertemu di suatu tempat. Aku tidak merendahkan, hanya pertanyaan itu selalu mampir di benakku. Kenapa? Hingga sampai bagiku bertemu dan bersahabat dengan salah satu ukhtiy tersebut. Bersama kami mengerjakan tugas kelompok di rumah ukhtiy tersebut. Lagi – lagi. Meskipun sang ukhtiy sedang berada di rumahnya sendiri, ia memakai pakaian lengkap. Seperti halnya ketika ia bepergian ke tempat – tempat lain. Tak tahan, aku lontarkan saja pertanyaan itu langsung kepada temanku.

“ Kenapa pake baju begitu?”

Jika aku berada di posisinya, aku akan dengan enaknya memakai celana training, kaos panjang, dan jilbab instan seadanya. Ya, kami akan mengerjakan tugas bersama teman laki – laki yang lain, jadi harus tetap memakai jilbab.

“Gak papa.” Jawabnya singkat. Aku masih menatapnya tak mengerti.

Kini ku temukan jawabnya. Saat kami hanya sedang berdua, ia menjelaskan dengan sangat baik dan hati – hati alasan nya. Sepertinya ia ingin aku benar – benar paham dan menyadari alasan itu dengan baik. Aku merangkum dari penjelasannya dengan satu kata.

ISLAM

Adalah Islam, satu – satunya agama yang diridhai Allah swt.

Adalah Islam, agama yang tidak hanya mengatur ibadah dengan Allah seperti shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Namun juga mengatur tata cara kehidupan dari masuk kamar mandi hingga mengatur pemerintahan.

Dan, dari sekian aturan dalam Islam. Telah tersebutkan cara berpakaian wanita dalam islam


Ada aturannya lho, 24:31 + 32:59 – 33:33 (An- Nur : 31) + ( Al- Ahzab : 59 ) – (Al – Ahzab :33)



Surat An-Nur ayat 31 :
Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya.

Surat Al- Ahzab ayat 59:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Surat Al – Ahzab ayat 33
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Rabu, 19 November 2014

Masa Muda

Kehidupan adalah pergerakan dengan waktu yang tak pernah berjalan mundur. Meski kita hanya diam di tempat. Namun waktu mengajari kita untuk tetap bergerak. Karena waktu kita memang terbatas. Pergerakan kita sejatinya adalah wujud nyata dari tiap perilaku atau perbuatan kita dalam mengisi waktu itu sendiri. Pada akhirnya tiap orang akan kehabisan waktunya masing – masing. Harusnya kita selalu ingat akan ada akhir dari kehidupan ini. Dunia yang indah ini. Ya, dunia yang sering melalaikan masa muda kita sendiri.

Masa muda seringkali dijadikan alasan bagi kita untuk bersenang – senang. Katakan saja definisi senang – senang sebagai kegiatan anak muda untuk nongkrong – nongkrong, balap mobil, jalan – jalan ke mal, clubbing, pacaran, nonton film atau konser dan kegiatan lainnya yang kebanyakan dilakukan oleh anak muda namun jarang sekali ada orang tua dan anak – anak di dalamnya. Memang bukan sebuah masalah besar. Dengan alasan, kami butuh hiburan, naluri kami adalah untuk mencoba sesuatu hal yang baru, nasihat apapun yang digunakan rasanya tidak akan dipedulikan.

Seandainya kematian tak lagi menjadi misteri pada setiap orang. Seandainya tiap orang tahu kapan mereka akan kehabisan waktu. Apa yang akan terjadi? Coba pertanyakan hal itu kepada tiap diri kita masing – masing. Apakah masih akan menjawab akan tetap menjalaninya seperti air yang mengalir? Selagi muda senang – senang, masa tua adalah saatnya bertobat?

Orang – orang yang gagal merencanakan adalah orang – orang yang merencanakan kegagalan. Saya rasa jawaban yang terbaik adalah tiap orang akan memikirkan misi dan visi dalam kehidupannya. Visi adalah impian jangka panjang yang bahkan mungkin tidak akan tercapai sampai kita kehabisan waktu. Dan Misi adalah langkah – langkah dalam pencapaian visi tersebut. Dengan misi dan visi, setiap orang akan memiliki ruh dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya terarah sehingga waktunya akan digunakan adalah demi pencapaian misi dan visi tersebut. Bermakna, da tidak sia – sia. Setidaknya bagi kehidupannya sendiri.


Misi dan visi yang akan dibuat oleh setiap orang tentu akan berbeda. Bergantung pada banyak hal,diantaranya latar belakang kehidupan, pendidikan, orang – orang yang ditemui, buku yang ia baca, berita yang ia tahu dan lainnya yang kemudian membentuk pola pikir atau pemahaman yang berbeda. Dan tentu saja, bagi para muslim, visi dan misi dalam kehidupannya tak akan jauh dari makna kehidupan sebenarnya. Tujuan hakiki kita hidup di dunia, yang tertuang dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ (الذاريات: 56

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS Adz-Dzariyat (51) : 56)

sumber

Sabtu, 15 November 2014

Yang Hakiki

Ini tentang sebuah mimpi tadi malam. Mimpi yang dengan tiba – tiba membangunkanku tepat pukul 02:30 WIB.  Meski aku memang selalu berdoa agar bisa bangun jam demikian, tapi kali ini lain. Mimpi itu yang membangunkanku. Mimpi itu yang menyadarkanku.

Aku terbangun dan menatap sekitar. Hanya ada ibu seorang. Hening. Sepi. Aku rasa kami sedang berada di sebuah rumah yang tak lagi berpenghuni. Karena dinding rumah itu sudah rubuh sebagian, Hanya sedikit bagian rumah yang bersisa atap sebagai tempat peneduh. Sepuluh meter di depan kami ada tempat pembakaran sampah. `Kami seperti berada di antara sebuah perkebunan, bahkan mungkin hutan dengan pohon – pohon kering dan banyak daun – daun berguguran di bawahnya.

Ada dua ekor burung besar di sekitar kami dengan kondisi sakit. Burung itu harusnya seperti boneka burung hantu yang lucu yang kemudian diterjemahkan menjadi nyata. Dengan ukuran lima kali dari burung biasa. Dengan kondisi sakit. Tak bergerak. Hanya sesekali bergerak pelan, meringkik kesakitan. Ada seseorang yang datang. Oh tidak, hanya bagian kepala, leher dan bahu yang datang dengan bersimbah darah. Aku menjerit ketakutan. Ibu memegang pisau besar yang biasa digunakan untuk memotong daging, Dengan cekatan memotong potongan manusia yang datang menjadi bagian – bagian kecil, lalu melempar bagian itu ke segala arah. Sejauhnya. Aku membantu ibu melakukannya. Setelah itu, burung – burung yang sakit ikut dilempar ke tempat pembakaran sampah. Aku bertanya mengapa, ibu menjawab karena burung – burung itu dan akan ada burung – burung lainnya yang terinfeksi virus.

Aku terbangun dengan rasa letih. Itu bukan mimpi yang indah. Dalam mimpi itu kami berada dalam suatu kondisi yang demikian sulit. Namun, dari mimpi itu aku belajar banyak hal. Aku menyadari sesuatu.

Bahwa roda kehidupan ini berjalan menuju suatu pemberhentian. Dan dalam perputarannya, akan ada banyak sekali kejadian – kejadian yang bisa jadi tidak kita harapkan. Pada apa – apa yang kita miliki saat ini, sebenarnya hanya titipan Nya. Akan ada saat kita harus mengembalikan titipan itu. Dan memang tidak ada pilihan untuk tidak. Harta, kesehatan, kelima panca indera, orang – orang yang kita sayangi, kondisi hidup yang lancar, semua adalah titipanNya. Pernahkah kau berpikir bagaimana jika kita kehilangan satu saja dari apa – apa yang kita miliki saat ini?

Beranikah kau membayangkan?

Saat kita kehilangan harta, yang biasanya mempermudah kita dalam menjalani hidup? Yang biasa  kita gunakan untuk memperturutkan kebutuhan, keinginan, atau bahkan nafsu untuk membeli ini dan itu.

Saat kita kehilangan tubuh yang sehat, divonis suatu penyakit tertentu yang sulit sekali dicari obatnya.

Saat kita kehilangan satu saja panca indera kita, tak mampu melihat, mendengar, berbicara, tak dapat memfungsikan kaki dan tangan kembali secara normal kembali.

Saat kita kehilangan orang – orang yang paling kita sayangi, ayah, ibu, kakak atau adik, sahabat – sahabat kita.

Apakah kita akan terberatkan dengan segala perkara duniawi? Yang bersifat semu. Lantas jika kita kehilangan satu saja kenikmatan kita saat ini kita akan tersungkur dalam kesedihan tanpa ada usaha untuk bangkit?

Seolah dunia telah menjadi gelap tanpa cahaya yang datang. Melupakan nikmat yang lain?

Kita telah gagal mencari pegangan dalam kehidupan. Pegangan yang senantiasa dapat menolong kita untuk bangkit meski badai tengah kita hadapi. Meski kita kehilangan banyak hal yang kita anggap itu adalah nikmat. Kau tau? Pegangan itu adalah iman, kedekatan kita kepada Allah swt. Pemilik cinta yang hakiki. Kepada Nya kita menyembah, dan hanya kepadaNya lah kita memohon pertolongan. Kesadaran bahwa hidup ini memang diciptakan untuk beribadah kepadaNya.

 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS Adz-Dzariyat (51) : 56)

 "Dan sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi itu sebagai perhiasan, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amal perbuatannya." (QS Al-Kahfi:7-8).

sumber



Sabtu, 08 November 2014

26 Oktober 2014

Malam ini, dengan kehadiran kalian semua di sini, sejenak kita kembali dalam sejuta kenangan yang telah kita lalui bersama. Masa – masa OSPEK? Pada saat itu kita belum saling mengenal. Dimulai pada suatu hari, saat pertama kali kita semua saling memperkenalkan diri.

Bercampur perasaan pada saat itu. Kita semua berasal dari daerah yang berbeda. Dengan kebiasaan yang berbeda, budaya yang berbeda, serta gaya bicara yang berbeda – beda. Ada yang berbicara nyaring hingga setiap sudut kelas terasa berdering. Ada yang berbicara lembut nan syahdu. Ada yang berbicara seolah menantang. Bahkan ada yang berbicara dengan cengkok bak penyanyi dari Melayu.

Segala perbedaan awalnya agak mengganggu. Dengan banyaknya tugas, banyak kegiatan dan berbagai tekanan dari pihak senior. Suatu ketika kita pernah dalam situasi penuh ketegangan. Masih ingat?

Begitu banyak perbedaan yang sempat membuat suasana menjadi labil. Ada yang maunya begini, ada yang maunya begitu, ada yang diam – diam saja. Semua pernah kesal. Semua pernah saling kecewa satu sama lain.

Namun ternyata, waktu menjadi solusi pada setiap proses perkenalan. Bahwa perbedaan, memang diperlukan dalam tiap kebersamaan. Apa jadinya jika semua sibuk bicara tanpa ada yang mendengar? Apa jadinya jika semua diam lalu tak ada yang bicara? Apa jadinya jika semua ingin memimpin tanpa ada yang bersedia untuk dipimpin?

Waktu menjadi penyelamat bagi kita untuk saling mengerti dan memahami. Rona wajah hari – hari kian membaik. Merona, memberi warna – warna ceria tiap harinya. Kita semakin lekat dalam sebuah ikatan yang kita namai persaudaraan. Kita semakin kompak. Terbukti dati pertandingan – pertandingan antar kelas yang kita menangkan ataupun kita tanggungkan malunya bersama.

     Semakin asyik suatu cerita semakin kita lupa bahwa sebentar lagi kita akan tiba di penghujung cerita itu. Sebuah akhir cerita yang sejatinya bukan benar – benar akhir. Namun akhir cerita ini benar – benar menyadarkan betapa berharganya kehadiran dari tiap – tiap diri. Kalo kata Trisna, kita bagaikan kepingan – kepingan puzzle yang membentuk sebuah pemandangan. Jika kepingan – kepingan itu tak lagi bersama, maka takkan ada yang mampu menggantikan. Kelengkapan dari adanya kita adalah salah satu momen terbaik yang pernah kita miliki.

         Perpisahan. Adalah sebuah nama dari akhir cerita ini. Yang semakin lama, semakin erat dekapannya, menghantui diri belum mampu menghadapinya.

        Berjanjilah, meski kita tak lagi dapat saling menegur setiap hari, setiap kenangan akan terekam dengan baik dalam sanubari masing – masing. Akan kurindui setiap gelak tawa keakraban ini, setiap keributan yang kau buat, setiap senandung syahdumu yang melagu, setiap omelan dan sikap cerewetmu yang memeriahkan kelas.

           Sampai jumpa kawan, mba, dan abang – abang. Semoga kelak kita dapat bertemu lagi dalam keceriaan yang sama. Teriring doa kepada kita semua, agar senantiasa sehat, bersemangat, dan selalu tersenyum dalam nikmat Tuhan kepada kita semua.
Geoids, selalu di hati..hiiks

Kamis, 07 Agustus 2014

Walaa takrabudzinna

“Walaa takrabudzinna.. Walaa takrabudzinna” aku terbangun kaget dengan terus menerus mengulang kalimat itu. Wa laa takrabul zinna. Lantas aku berlari menghampiri teman kosanku di kamarnya. Ku tanya padanya arti kalimat yang entah mengapa tiba – tiba terucap saat ku terbangun. Setengah kaget dia mendengar pertanyaanku namun dijawab dengan sangat baik. Dan janganlah kamu mendekati zina. Maka hal – hal yang dapat mendekat ke arah zina merupakan hal – hal terlarang. Contohnya, dia menjelaskan : zina mata, zina hati, zina perbuatan.
Bukankah Al – Qur’an telah mengatur dengan sangat sempurna bagaimana interaksi antara laki – laki dan perempuan yang bukan muhrimnya ? Bukankah ketika berpapasan saja alangkah baiknya saling menghormati antara keduanya dengan menundukkan pandangan?
“ Katakanlah kepada laki – laki yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah, Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” . Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (Q.S An-Nuur : 30-31)
Jadi, gak boleh dong menatap si dia yang cantik / ganteng tanpa berkedip? Boleh ko . Jika kamu bukan termasuk orang – orang yang beriman. Karena perintah di atas hanya ditujukan kepada mereka yang beriman.
Zina hati merupakan sebuah permainan. Yap, karena saat kita mulai dirasuki virus merah jambu, sulit sekali rasanya untuk tidak mengingat si dia. Saat mau makan, mau tidur, bahkan saat belajar di kelas, bisa jadi dosen yang sedang mengajar tiba – tiba jadi mirip si dia. Oh, tidak. Saat saat ini lah hati kita jadi lalai dan mudah digoda oleh syaitan. Dengan sangat lembut syaitan bahkan mungkin dari dalam diri kita sendiri mulai berangan – angan romantisme antara diri kita dengan si dia. Indahnya mahligai rumah tangga apabila kita menjadi pasangan hidupnya. Eits, stop! Alihkan segera segala pikiran yang dapat menodai hati, dan segera cari pertolongan untuk memperbaiki sang hati. Perbaikan hati ini hanya dapat ditolong oleh Sang Pemilik hati tentunya.
Zina perbuatan. Berdua – duaan dengan non muhrim dan segala aktivitas yang terjadi. Seringkali bertopeng kata ‘Cuma’. Cuma mau belajar bareng ko. Cuma mau minta anter ke dokter. Cuma mau minta temenin ambil uang ko. Cuma telponan nanya lagi ngapain ko. Cuma ngucapin met malem. Kata ‘Cuma’ membuat hal yang sebenarnya kita tau salah, namun tersimpan pemakluman sehingga terbesit pikiran, “ahh, gapapa “.
 Aku terkesima dengan segala penjelasan temanku. Seolah tiap kalimatnya adalah anak panah yang langsung tertancap pada diriku sendiri. Ku buka messages pada smarthandphone ku. Ada sebuah contact bernama ‘si ehem’ yang mendominasi isi dari inbox dan dial call handphoneku. Kucoba pejamkan mata, mengingat segala hal yang terlanjur terjadi dan kini sayatan penyesalan menyapaku.
Aku menangis.  Aku berjalan mendekati sebuah gumpalan yang berpintu. Ku ketuk pintu itu perlahan. Tok.. Tok.. Tok..
 Pintu itu menjawab,”Iya, di sini pintu hati. Siapa yang mengetuk?”
“Ini aku..”
“Ohh.. aku? Apa yang kau cari?”
“Aku mencari iman..”
“Haa..haa.. Kau mencari iman? Dia telah pergi beberapa waktu yang lalu. Di sini hanya ada hawa nafsu terhadap dunia beserta syahwat yang selalu kau turuti. Kau telah mencampur adukkan hitam dan putih menjadi kelabu. Kau rusak diriku. Hiks , hiks, hiks.. Tolong, buang saja aku. Carilah hati yang baru dimana iman bersedia tinggal di sana. Hiks, hiks, hiks.”
“Bagaimana aku dapat mencari hati yang baru?”
“Bertaubatlah. Carilah orang – orang soleh yang dapat menolongmu..”
Aku masih tergugu pada tempat yang sama. Masih menangis, memikirkan renunganku. Kemana imanku? Mengapa aku membuat hitam dan putih menjadi kelabu. Kebenaran yang telah hakiki telah kunodai dengan kesalahan – kesalahan yang kumaklumi sedikit demi sedikit.
Di tengah gempuran budaya barat dan pemahaman dalam masyarakat yang mewajarkan hubungan sebelum pernikahan yang tidak halal, aku merasa malu dengan diriku sendiri. Memang indah saat bersamanya. Memang menyenangkan berbagi canda dengannya. Tetapi jika nurani ku memberontak. Jika itu membuat Allah murka, aku harus bagaimana?
Sepertinya Allah benar – benar menginginkanku masuk surga. Namun aku enggan masuk surga. Allah telah memberikan pedoman masuk surga, yaitu Al-Qur’an. Namun, menyentuhnya saja tidak kulakukan. Ia berdebu di lemari buku.
Allah benar – benar menginginkan aku masuk surga. Diberi Nya aku kemampuan untuk berpikir, kelima indra yang masih dapat digunakan sempurna. Namun tidak ada bentuk syukurku pada Nya. Tak tergerak sedikit pun di hati untuk mencoba meraih ridho-Nya.
Lantas, bagaimana? Agaknya hadits di bawah ini dapat menjawab.
“Jika datang padamu lelaki yang kau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tak kau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka Bumi dan kerusakan yang panjang.” (HR Turmudzi dan Ibnu Majah).
“Dunia ini sesungguhnya merupakan kesenangan dan kesenangan dunia yang paling baik adalah seorang wanita yang saleh.” (HR. Ibnu Majah)
Gharizah an-nau . Adalah fitrah manusia untuk saling berkasih sayang. Namun kembali kepada diri kita masing – masing, apakah hendak menjadikan fitrah dari Allah swt tersebut ternoda? Ataukah memanajemen fitrah tersebut sesuai dengan syariat Nya. Agar senantiasa dalam ridho Nya dan menempatkan fitrah tersebut sebagai ladang amal ibadah.



"Aku tidak menemukan solusi bagi dua orang yang saling mencintai selain pernikahan" 


“Dan diantara tanda – tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri – istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda – tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum: 21).


Leelou Blogs
 

Template by BloggerCandy.com