Pages

Kamis, 07 Agustus 2014

Walaa takrabudzinna

“Walaa takrabudzinna.. Walaa takrabudzinna” aku terbangun kaget dengan terus menerus mengulang kalimat itu. Wa laa takrabul zinna. Lantas aku berlari menghampiri teman kosanku di kamarnya. Ku tanya padanya arti kalimat yang entah mengapa tiba – tiba terucap saat ku terbangun. Setengah kaget dia mendengar pertanyaanku namun dijawab dengan sangat baik. Dan janganlah kamu mendekati zina. Maka hal – hal yang dapat mendekat ke arah zina merupakan hal – hal terlarang. Contohnya, dia menjelaskan : zina mata, zina hati, zina perbuatan.
Bukankah Al – Qur’an telah mengatur dengan sangat sempurna bagaimana interaksi antara laki – laki dan perempuan yang bukan muhrimnya ? Bukankah ketika berpapasan saja alangkah baiknya saling menghormati antara keduanya dengan menundukkan pandangan?
“ Katakanlah kepada laki – laki yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah, Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” . Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (Q.S An-Nuur : 30-31)
Jadi, gak boleh dong menatap si dia yang cantik / ganteng tanpa berkedip? Boleh ko . Jika kamu bukan termasuk orang – orang yang beriman. Karena perintah di atas hanya ditujukan kepada mereka yang beriman.
Zina hati merupakan sebuah permainan. Yap, karena saat kita mulai dirasuki virus merah jambu, sulit sekali rasanya untuk tidak mengingat si dia. Saat mau makan, mau tidur, bahkan saat belajar di kelas, bisa jadi dosen yang sedang mengajar tiba – tiba jadi mirip si dia. Oh, tidak. Saat saat ini lah hati kita jadi lalai dan mudah digoda oleh syaitan. Dengan sangat lembut syaitan bahkan mungkin dari dalam diri kita sendiri mulai berangan – angan romantisme antara diri kita dengan si dia. Indahnya mahligai rumah tangga apabila kita menjadi pasangan hidupnya. Eits, stop! Alihkan segera segala pikiran yang dapat menodai hati, dan segera cari pertolongan untuk memperbaiki sang hati. Perbaikan hati ini hanya dapat ditolong oleh Sang Pemilik hati tentunya.
Zina perbuatan. Berdua – duaan dengan non muhrim dan segala aktivitas yang terjadi. Seringkali bertopeng kata ‘Cuma’. Cuma mau belajar bareng ko. Cuma mau minta anter ke dokter. Cuma mau minta temenin ambil uang ko. Cuma telponan nanya lagi ngapain ko. Cuma ngucapin met malem. Kata ‘Cuma’ membuat hal yang sebenarnya kita tau salah, namun tersimpan pemakluman sehingga terbesit pikiran, “ahh, gapapa “.
 Aku terkesima dengan segala penjelasan temanku. Seolah tiap kalimatnya adalah anak panah yang langsung tertancap pada diriku sendiri. Ku buka messages pada smarthandphone ku. Ada sebuah contact bernama ‘si ehem’ yang mendominasi isi dari inbox dan dial call handphoneku. Kucoba pejamkan mata, mengingat segala hal yang terlanjur terjadi dan kini sayatan penyesalan menyapaku.
Aku menangis.  Aku berjalan mendekati sebuah gumpalan yang berpintu. Ku ketuk pintu itu perlahan. Tok.. Tok.. Tok..
 Pintu itu menjawab,”Iya, di sini pintu hati. Siapa yang mengetuk?”
“Ini aku..”
“Ohh.. aku? Apa yang kau cari?”
“Aku mencari iman..”
“Haa..haa.. Kau mencari iman? Dia telah pergi beberapa waktu yang lalu. Di sini hanya ada hawa nafsu terhadap dunia beserta syahwat yang selalu kau turuti. Kau telah mencampur adukkan hitam dan putih menjadi kelabu. Kau rusak diriku. Hiks , hiks, hiks.. Tolong, buang saja aku. Carilah hati yang baru dimana iman bersedia tinggal di sana. Hiks, hiks, hiks.”
“Bagaimana aku dapat mencari hati yang baru?”
“Bertaubatlah. Carilah orang – orang soleh yang dapat menolongmu..”
Aku masih tergugu pada tempat yang sama. Masih menangis, memikirkan renunganku. Kemana imanku? Mengapa aku membuat hitam dan putih menjadi kelabu. Kebenaran yang telah hakiki telah kunodai dengan kesalahan – kesalahan yang kumaklumi sedikit demi sedikit.
Di tengah gempuran budaya barat dan pemahaman dalam masyarakat yang mewajarkan hubungan sebelum pernikahan yang tidak halal, aku merasa malu dengan diriku sendiri. Memang indah saat bersamanya. Memang menyenangkan berbagi canda dengannya. Tetapi jika nurani ku memberontak. Jika itu membuat Allah murka, aku harus bagaimana?
Sepertinya Allah benar – benar menginginkanku masuk surga. Namun aku enggan masuk surga. Allah telah memberikan pedoman masuk surga, yaitu Al-Qur’an. Namun, menyentuhnya saja tidak kulakukan. Ia berdebu di lemari buku.
Allah benar – benar menginginkan aku masuk surga. Diberi Nya aku kemampuan untuk berpikir, kelima indra yang masih dapat digunakan sempurna. Namun tidak ada bentuk syukurku pada Nya. Tak tergerak sedikit pun di hati untuk mencoba meraih ridho-Nya.
Lantas, bagaimana? Agaknya hadits di bawah ini dapat menjawab.
“Jika datang padamu lelaki yang kau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tak kau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka Bumi dan kerusakan yang panjang.” (HR Turmudzi dan Ibnu Majah).
“Dunia ini sesungguhnya merupakan kesenangan dan kesenangan dunia yang paling baik adalah seorang wanita yang saleh.” (HR. Ibnu Majah)
Gharizah an-nau . Adalah fitrah manusia untuk saling berkasih sayang. Namun kembali kepada diri kita masing – masing, apakah hendak menjadikan fitrah dari Allah swt tersebut ternoda? Ataukah memanajemen fitrah tersebut sesuai dengan syariat Nya. Agar senantiasa dalam ridho Nya dan menempatkan fitrah tersebut sebagai ladang amal ibadah.



"Aku tidak menemukan solusi bagi dua orang yang saling mencintai selain pernikahan" 


“Dan diantara tanda – tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri – istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda – tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum: 21).


Leelou Blogs
 

Template by BloggerCandy.com