“Walaa takrabudzinna.. Walaa takrabudzinna” aku terbangun kaget dengan terus
menerus mengulang kalimat itu. Wa laa takrabul zinna. Lantas aku berlari
menghampiri teman kosanku di kamarnya. Ku tanya padanya arti kalimat yang entah
mengapa tiba – tiba terucap saat ku terbangun. Setengah kaget dia mendengar
pertanyaanku namun dijawab dengan sangat baik. Dan janganlah kamu mendekati
zina. Maka hal – hal yang dapat mendekat ke arah zina merupakan hal – hal terlarang.
Contohnya, dia menjelaskan : zina mata, zina hati, zina perbuatan.
Bukankah Al –
Qur’an telah mengatur dengan sangat sempurna bagaimana interaksi antara laki –
laki dan perempuan yang bukan muhrimnya ? Bukankah ketika berpapasan saja
alangkah baiknya saling menghormati antara keduanya dengan menundukkan
pandangan?
“ Katakanlah
kepada laki – laki yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah, Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” . Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (Q.S
An-Nuur : 30-31)
Jadi, gak
boleh dong menatap si dia yang cantik / ganteng tanpa berkedip? Boleh ko . Jika
kamu bukan termasuk orang – orang yang beriman. Karena perintah di atas hanya
ditujukan kepada mereka yang beriman.
Zina hati
merupakan sebuah permainan. Yap, karena saat kita mulai dirasuki virus merah
jambu, sulit sekali rasanya untuk tidak mengingat si dia. Saat mau makan, mau
tidur, bahkan saat belajar di kelas, bisa jadi dosen yang sedang mengajar tiba
– tiba jadi mirip si dia. Oh, tidak. Saat saat ini lah hati kita jadi lalai dan
mudah digoda oleh syaitan. Dengan sangat lembut syaitan bahkan mungkin dari
dalam diri kita sendiri mulai berangan – angan romantisme antara diri kita
dengan si dia. Indahnya mahligai rumah tangga apabila kita menjadi pasangan hidupnya.
Eits, stop! Alihkan segera segala pikiran yang dapat menodai hati, dan segera
cari pertolongan untuk memperbaiki sang hati. Perbaikan hati ini hanya dapat
ditolong oleh Sang Pemilik hati tentunya.
Zina
perbuatan. Berdua – duaan dengan non muhrim dan segala aktivitas yang terjadi.
Seringkali bertopeng kata ‘Cuma’. Cuma mau belajar bareng ko. Cuma mau minta
anter ke dokter. Cuma mau minta temenin ambil uang ko. Cuma telponan nanya lagi
ngapain ko. Cuma ngucapin met malem. Kata ‘Cuma’ membuat hal yang sebenarnya
kita tau salah, namun tersimpan pemakluman sehingga terbesit pikiran, “ahh,
gapapa “.
Aku terkesima dengan segala penjelasan
temanku. Seolah tiap kalimatnya adalah anak panah yang langsung tertancap pada
diriku sendiri. Ku buka messages pada smarthandphone ku. Ada sebuah contact
bernama ‘si ehem’ yang mendominasi isi dari inbox dan dial call handphoneku.
Kucoba pejamkan mata, mengingat segala hal yang terlanjur terjadi dan kini
sayatan penyesalan menyapaku.
Aku
menangis. Aku berjalan mendekati sebuah
gumpalan yang berpintu. Ku ketuk pintu itu perlahan. Tok.. Tok.. Tok..
Pintu itu menjawab,”Iya, di sini pintu hati.
Siapa yang mengetuk?”
“Ini aku..”
“Ohh.. aku?
Apa yang kau cari?”
“Aku mencari
iman..”
“Haa..haa..
Kau mencari iman? Dia telah pergi beberapa waktu yang lalu. Di sini hanya ada
hawa nafsu terhadap dunia beserta syahwat yang selalu kau turuti. Kau telah
mencampur adukkan hitam dan putih menjadi kelabu. Kau rusak diriku. Hiks ,
hiks, hiks.. Tolong, buang saja aku. Carilah hati yang baru dimana iman
bersedia tinggal di sana. Hiks, hiks, hiks.”
“Bagaimana aku
dapat mencari hati yang baru?”
“Bertaubatlah.
Carilah orang – orang soleh yang dapat menolongmu..”
Aku masih
tergugu pada tempat yang sama. Masih menangis, memikirkan renunganku. Kemana
imanku? Mengapa aku membuat hitam dan putih menjadi kelabu. Kebenaran yang
telah hakiki telah kunodai dengan kesalahan – kesalahan yang kumaklumi sedikit demi
sedikit.
Di tengah
gempuran budaya barat dan pemahaman dalam masyarakat yang mewajarkan hubungan
sebelum pernikahan yang tidak halal, aku merasa malu dengan diriku sendiri. Memang
indah saat bersamanya. Memang menyenangkan berbagi canda dengannya. Tetapi jika
nurani ku memberontak. Jika itu membuat Allah murka, aku harus bagaimana?
Sepertinya
Allah benar – benar menginginkanku masuk surga. Namun aku enggan masuk surga.
Allah telah memberikan pedoman masuk surga, yaitu Al-Qur’an. Namun,
menyentuhnya saja tidak kulakukan. Ia berdebu di lemari buku.
Allah benar –
benar menginginkan aku masuk surga. Diberi Nya aku kemampuan untuk berpikir,
kelima indra yang masih dapat digunakan sempurna. Namun tidak ada bentuk
syukurku pada Nya. Tak tergerak sedikit pun di hati untuk mencoba meraih
ridho-Nya.
Lantas,
bagaimana? Agaknya hadits di bawah ini dapat menjawab.
“Jika datang
padamu lelaki yang kau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika
tak kau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka Bumi dan kerusakan yang
panjang.” (HR Turmudzi dan Ibnu Majah).
“Dunia ini
sesungguhnya merupakan kesenangan dan kesenangan dunia yang paling baik adalah
seorang wanita yang saleh.” (HR. Ibnu Majah)
Gharizah
an-nau . Adalah fitrah manusia untuk saling berkasih sayang. Namun kembali
kepada diri kita masing – masing, apakah hendak menjadikan fitrah dari Allah
swt tersebut ternoda? Ataukah memanajemen fitrah tersebut sesuai dengan syariat
Nya. Agar senantiasa dalam ridho Nya dan menempatkan fitrah tersebut sebagai
ladang amal ibadah.
"Aku tidak menemukan solusi bagi dua orang yang saling mencintai selain pernikahan"
“Dan diantara
tanda – tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri – istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar – benar terdapat tanda – tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum:
21).
Subhanallah.. Bagus :"
BalasHapus