Ada seorang bapak yang mendekat dan bertanya, “ Mau stay neng?”
“Ah, enggak pak, kita mau pulang nanti sore. Ada kapal gak pak jam setengah tigaan?”
“Wah, gak ada neng, kapal jam segituan mah, paling lama ya jam 12 nanti. Mau snorkeling? Bapak bisa bantuin cari sewa sama guide nya sekalian”
“Berapa pak?”
“Satu setnya snorkeling 45 ribu, sama guidenya 50 ribu kalo pake kapal 400 ribuan..”
Yessica beraksi..
“Ah, masa sih pak, biasanya perlengkapan snorkeling itu 25-30 ribuan. Saya udah biasa nyelem pak, jadi kita gak butuh guide, saya bisa mandu temen2 saya. Ya udah pak, makasih ya!”
Kitapun berjalan meninggalkan si Bapak.
“Yes, emang lu udah biasa nyelem yes?” Tanya gue dengan polosnya.
“hahaha”
Yeye lalu cerita, dia belum pernah nyelam, cuma ikut pelatihannya aja sekali. Tapi snorkeling itu gampang, ga perlu pemandu juga gak papa.
Jujur aja, pada saat itu gue gak ngerti snorkeling itu ngapain, kaya gimana, tapi yaa.. ikut – ikutan yang lain aja. Dan ternyata Snorkeling adalah mengamati keindahan bawah laut dari permukaan laut.
Kita berjalan walau masih bingung mau kemana. Kemudian ada sekumpulan bapak – bapak yang tiba – tiba manggil kita dari pinggir pantai.(entah kenapa gue merasa di Pulau Tidung ini kita sering banget diipanggil sama bapak – bapak)
“Mau kemana neng?”
“Mau ke ujung Pulau pak”
“eh, iya sekalian tanya kapal aja”
Dari bapak – bapak yang sedang nongkrong itupun kita mendapat info bahwa ada kapal yang bernama kapal Kerapu, yang berangkat jam setengah tigaan. Kitapun kembali ke pelabuhan. Disana diberitahukan oleh petugas kalau loket baru dibuka pada jam satu siang.
Karena loket belum dibuka, kita berjalan mencari tempat penyewaan alat snorkeling. Ada jalan setapak yang tampaknya menuju ujung pulau, kiri – kanannya dipenuhi pulau penduduk, home stay, dan tempat penyewaan alat. Sampailah kita di suatu tempat penyewaan alat. Tertulis satu set alat snorkeling dapat disewa dengan harga 35ribu rupiah.
Satu set alat itu terdiri dari pelampung, kaki katak, dan kacamatanya. Uneasy to bring all of them. Hilda kemudian mengidekan supaya menyewa alat – alat itu di ujung pulau sana, biar bawanya ga repot.
“Emang di sana ada tempat sewaan da?”
“Ada paling, masa tempat snorkeling malah ga ada tempat sewaannya..” ujar Hilda sok tau.. hihihi
Kitapun melanjutkan menapaki jalan tadi. Semakin lama rumah penduduk di kanan kiri jalan tergantikan oleh pepohonan. Sesekali kita dilewati oleh rombongan orang orang yang naik sepeda yang hendak mengelilingi pulau. Beberapa terlihat membawa perlengkapan snorkeling. Semakin jauh, semakin hanya ada pepohonan di kanan kiri jalan. Adakah tempat penyewaan di ujung pulau sana?
Ada warung. Tanya.
“ Misi bu, di ujung pulau sana ada tempat sewa alat snorkeling ga ya bu?”
“Wah, ga ada neng, di rumah – rumah sana adanya” kata seorang ibu seraya menunjuk berlawanan arah dengan ujung pulau.
Oke, setelah kita berjalan kurang lebih satu kilometer, kita balik ke tempat penyewaan awal dengan langkah mulai gontai dan terseok – seok (padahal petualangan belom dimulai, tapi udah pada capek duluan).
“Makanya, kita tadi harusnya nyewanya di tempat tadi aja…” kata Hilda sambil ketawa – ketawa ga mau disalahkan. Hihi
Tempat sewa itu sangat sederhana dengan lantai yang masih tanah. Sebuah papan putih yang menempel di depan tertulis harga – harga. Sewa satu set 35ribu. Oke. Kitapun memilih alat kita masing – masing. Abangnya memberi contoh penggunaan kacamatanya. Ada selang yang dapat digunakan untuk pernapasan, ujungnya diemut. Hiiii… jijik sebenernya.
Bawaan yang begitu banyak mendorong kita untuk menyewa sepeda, tapi nyewa dua aja. Buat ngirit. Hihihi. Gue sama Rindy memilih dua sepeda terbaik yang masing – masingnya memiliki keranjang depan. Sepeda itu sudah tua, tapi terlihat masih cukup bagus. Akhirnya, gue memilih sepeda berwarna merah dan rindy warna biru dengan model yang sama.
Gue dan Rindypun menaiki sepeda menuju Yeye dan Hilda. Gue sama Yeye bersiap menuju ujung pulau. Sepatu Katak diletakkan di keranjang sedangkan sisanya dibawa. Siap. Kaki kanan ada di pedal, pandangan lurus ke depan penuh percaya diri. Sepedapun mulai gue goes. Tapi baru beberapa ayunan, sepeda oleng ke kanan jalan. Okeh, mungkin masih butuh penyesuaian. Gue goes lagi, sepeda oleng ke kiri.
“Bisa ga fer?”
“Bisa.. tenang aja..”
Sepeda kemudian dapat dikendalikan walaupun masih oleng kanan oleng kiri. Sementara Rindy dan Hida terlihat lancar di depan.
Wizzzzz…. Motor dari depan lewat. Untung gue dengan jago ngeles. Pemandangan berikutnya adalah sepasang muda – mudi yang saling berangkulan di kanan jalan. Gue berusaha menghindar ke sisi kiri jalan. Namun entah mengapa, seperti ada yang menahan. Terjadilah. Gue telah menyadarkan kepada mereka bahwa di dunia ini mereka tidak cuma berdua dan yang lain tidak ngontrak.
Yeye meminta supaya dia yang membonceng. Hasilnya ternyata 11:12, bahkan stang sepedanya ternyata bisa dike bawahin atau di keatasin (ngerti ga? Hehe). Intinya stang sepeda adalah biang kerok semuanya. Akhirnya kitapun ganti – gentian naik sepedanya. Pada saat kita sedang gundah dengan sepedanya, sepasang muda – mudi tadi melewati kita dan menertawakan. !@#$%^&*.
Beberapa lama kemudian terlihat sepeda biru di depan.
Dan kitapun foto – foto. Indahkan pulau Tidung.
jalan setapak |
Fiuh. Finally, kita sampai di TKS (Tempat Kita Snorkeling) yang sangat strategis. Cuma ada kita. Siapa lagi orang yang punya ide snorkeling di tengah hari bolong kaya kita. Haha
Tak terasa waktu menunjukkan pukul satu siang. Tandanya apa? Tandanya loket udah dibuka. Keputusan yang diperoleh dari hompimpa alaium gambreng menunjukkan Rindy dan Yeye yang bergerak merapat ke pelabuhan. Sementara gue dan Hilda melanjutkan menikmati keindahan alam yang diciptakan oleh Allah Swt.
Perut yang mulai keroncongan menyadarkan kita tentang belum ada kabarnya dari kedua teman kita. Hilda memutuskan untuk menelepon Yeye.
“Da, loketnya bukanya jam dua. Di sini ada tulisan kalo perahunya udah penuh. Ada CPnya c..”
“…”
Apa itu artinya kita ga bisa pulang hari ini?Apa itu artinya kita harus stay semalam? Tapi dimana?
Rindy dan Yeye datang dengan muka cemas. Yeye menyerahkan nomor CP kapal Kerapu itu ke Hilda. Hilda menelepon sang CP dan mengeluarkan semua jurus rayuan dan gombalan agar kita dapat ikut kapal terebut. Hasilnya?
Nihil. Kapal itu telah dipesan oleh penduduk local setempat pagi tadi. Sebel banget, padahal info yang kami dapet dari petugas dekat situ loket baru dibuka jam satu siang. Dan ternyata, ga ada tiket!
jalur kapal |
jadwal kapal |
Selesai makan siang kita memutuskan untuk sholat dan berencana ke pelabuhan untuk mengetahui info kapal setelahnya. Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan seorang bapak usia paruh baya. Dia menanyakan kenapa kami telah selesai snorkeling. Gue menceritakan peristiwa yang kami alami. Dimulai dari rencana kita yang hanya sehari dan tidak ingin stay sampai info loket yang sangat tidak jelas.
Terlihat sang bapak, kita sebut saja namanya Pak Jay, sibuk menelepon kapal untuk membantu kita. Kita bisa menyewa kapal untuk ke Jakarta. Namun biaya yang dibutuhkan sebesar 1,2 juta rupiah. Tidak bisa lagi, tidak ada jalan lain. Kita terperangkap. Kita harus menginap walau tak punya uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks for reading.. Any comments?
Write down!